TITIK BALIK : Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan


titik-balik-menerjang-rintangan


Judul : TITIK BALIK,
Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan

Penulis : 18 Pemenang Lomba Cipta Karya Inspiratif
Penerbit: Leutika, Mei 2010.
Tebal : xvi, 191 halaman
ISBN : 978-6028-597-39-5
Kategori: Nonfiksi - Motivasi
Harga : Rp 38.000,-

Pernahkah mengalami masa-masa berat hingga berada di titik nadir? Terjatuh, terpuruk, dan gagal adalah biasa dalam kehidupan. Yang luar biasa adalah bila dapat bangkit dari keterpurukan dan kegagalan itu.

TITIK BALIK memuat pengalaman hidup yang patut dibagi bersama. Dari cerita seperti inilah seeorang sering menemukan pijar motivasi untuk menjalani hidup. Tak perlu mengalami kegagalan itu sendiri bila kita bisa belajar dari kegagalan orang lain.

Selain saya, 17 pemenang lomba menulis kisah inspiratif yang tergabung dalam buku ini adalah Dian Nafi Awaliyah, Tri Nursanti, R. Rudi Agung P, Rizha Krisna Wardhani, Suguh Kurniawan, ME Chitra Eka Dewi, Yuli Misgiyati, Kurniadi, Tia Setiawati, Agus M. Irkham, Haya Aliya Zaki, Prakoso Bhairawa Putera, Ari Sandi, Sri Hindiyastuti, Alfi Zamilah, Dira Ernawati, dan Yuventia Tunda Reka Anggita.


Kisahku di Buku Ini

TAK CUKUP DENGAN AIR MATA adalah kisahku yang terpillih menjadi Pemenang I dalam lomba ini. Well, aku menulisnya pun sambil berurai air mata. Bisa dibaca di Behind The Story Titik Balik.

Berikut penggalan kisah tersebut.

“Siang ini kita makan tumis kangkung spesial, ya," ujarku.

"Spesial pakai apa, Ma?” tanya Kakak.

“Pakai kangkung. Hehe …. Mau kan?”

“Mau deh,” jawab Kakak. “Papa nanti siang mau makan pakai tumis kangkung spesial nggaaaak?” tanya Kakak.

“Mau.”

Datar"

“Bener?”

“Ya.”

Masih datar....

“Ada uang belanjanya?” Akhirnya bertanya juga.

“Cari gratisan aja. Petik kangkungnya yang di dekat rumah Ustad.”

Termangu.

“Yuk, Kak. Kita cari kangkung.”

Tanpa mengerti beban pikiran orangtuanya, Kakak bersorak gembira. Langkah-langkah kakinya begitu ringan ketika berjalan menuju tanah kosong di sebelah rumah Ustad. Di tanah kosong yang sebagian digenangi air itu tumbuh subur kangkung liar. Besar-besar. Segar.

Kakak masih berceloteh riang saat ibunya, seorang sarjana yang lulus cum laude dari sebuah PTN ternama memetiki kangkung liar demi menghemat seribu rupiah bakal membeli dua ikat kangkung untuk menu makan siang. Ya. Seribu rupiah. Bukan sepuluh ribu. Bukan seratus ribu.


***


Tidak ada komentar

Komentar dimoderasi dulu karena banyak spam. Terima kasih.